Destination: Jakarta 2040
Destination: Jakarta 2040 merupakan novel fiksi ilmiah Indonesia bertema time travel dan berunsur utopia karya Mashuri. Novel ini mengisahkan perjalanan Raden Ilyas Aditya, ilmuwan muda yang mengalami time travel dari tahun 2015 ke tahun 2040.
Saat Ilyas mengalami distorsi perjalanan waktu, ia berjumpa dengan kekasihnya yang telah menjadi sosok berbeda di masa depan. Mashuri memasukkan banyak teori fisika, terutama konsep ruang dan waktu, yang menarik dan mudah dipahami orang awam sekalipun.
Konsep waktu menjadi suatu fundamental dari bagaimana alam semesta bekerja. Mungkin, manusia sudah bisa memahami bagaimana waktu memengaruhi segala hal melalui ilmu fisika, tetapi belum bisa memanipulasinya. Namaku Ilyas, aku mempelajari alam semesta dan bagaimana menciptakan manipulasi waktu. Waktu memilihku untuk merasakan manipulasi itu secara nyata. Perjalanan manipulasi waktu merusak hubungan cintaku dengan seorang gadis bernama Alisa di tahun 2015, dan dipertemukan kembali secara tiba-tiba di tahun 2040. Perasaan yang aku rasakan sama, tetapi Alisa seperti masuk ke dunia mimpi di mana dia bisa melihat kembali kekasih yang hilang selama 25 tahun. Kehilanganku selama 25 tahun membuat Alisa membuka ‘jalan’ untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Namun, aku bingung oleh perjalanan distorsi waktu, tetapi aku harus mengetahui, apakah ini perjalanan yang harus dihadapi atau disadari?
Author | : | Mashuri |
Price | : | Rp 110,000 |
Category | : | SCIENCE FICTION & FANTASY |
Page | : | 268 halaman |
Format | : | Soft Cover |
Size | : | 13 cm X 19 cm |
ISBN | : | 9786230410710 |
Publication | : | 09 January 2023 |
Kriiinggg... kriiinggg....
Kehidupan seorang lelaki diciptakan ketika reseptor trakea menerima rambatan dari getaran gelombang udara de-ngan frekuensi yang tinggi dan melengking. Tangannya yang dipicu oleh hentakan aliran impuls di neuron-neuron meraih salah satu tombol untuk mematikan asal suara jam beker. Ge-rakan tubuh yang bergesek dengan selimut menciptakan kehangatan energi thermal ketika hukum termodinamika didominasi aliran dari pendingin ruangan yang berada di salah sa-tu sudut langit-langit kamar.
Hoaammm!
Peristiwa demi peristiwa yang menjadikan satu urutan kronologis ini terjadi setiap hari sehingga menciptakan rutinitas. Aku bangkit dan melanjutkan kegiatan wajib setiap pagi, yaitu merapikan tempat tidur dan melakukan peregangan di depan jendela yang menghadap ke arah pencakar langit Manhattan. Se-telah badan kembali segar, aku berjalan menuju dapur bersamaan dengan angin yang mengibarkan kalender tepat di sebelah lemari pendingin. Di sana aku terdiam. Hanya bisa merenung melihat angka tahun yang semakin besar. Empat tahun sudah aku tinggal di Negara Paman Sam. Selama itu ju-ga, aku menghabiskan waktu untuk menciptakan suatu urut-an baru demi keberlangsungan hidup yang jauh dari rumah. Selama itu juga aku berdiam di depan seseorang yang men-ceritakan suatu kisah eksak akan alam semesta. Di sini, aku belajar membaca lebih dari langit hitam malam yang pekat—Astrofisika—di bawah naungan Columbia University di New York.
Sesuatu yang baru menyambutku di pagi hari ini. Kema-rin siang, aku berhasil lulus setelah empat tahun bernaung mempelajari ruang dan waktu secara mendalam, kisah klasik perubahan teori gravitasi, penciptaan alam semesta, fisika bintang, dan keahlian mencari jati diri. Raden Ilyas Aditya, Bsc terlahir.
Fine, GPA dengan waktu belajar yang terbilang cepat untuk seorang pelajar dari negara berkembang aku raih dengan berbagai ketekunan dan cinta akan belajar sesuatu yang masih diraba oleh peradaban manusia abad ini. Frase latin yang menurutku tidak terlalu berdampak dalam kehidupan yaitu Summa Cum Laude—atau “kehormatan tertinggi” aku raih un-tuk seumur hidup.
“Alasanku belajar ilmu ini karena banyak sekali hal yang harus direvolusikan oleh manusia,” tuturku percaya diri ketika tiba-tiba jurnalis VOA mendatangiku untuk meliput.
Pagi tadi, ibuku mengirimkan video di mana liputanku sudah tersiar di salah satu saluran TV di Indonesia. Aku hanya bisa tertawa melihat kelakuanku yang canggung di depan ka-mera serta ekspresi yang dikeluarkan oleh nenekku, “Man-teb’e cucuku sekarang udah lulus kuliah.”
Rasanya, aneh dan menggelikan. Berita kelulusanku terlihat begitu mewah bagi media di Indonesia. Bila saja tidak mem-buka media sosial waktu itu, aku tidak akan terlalu geli melihat diriku terpapar di beberapa media online. Aku pikir masih wajar kalau hanya keluargaku yang bangga dan ber-semangat dengan kelulusanku. Namun, sampai orang yang tidak aku kenal memberikan selamat melalui akun sosial media pribadiku, ini baru mengejutkan.
Ini mereka menutupi kasus korupsi dengan cara menceritakan kelulusanku, atau bagaimana, batinku—yang berlebihan—kala itu.
Ah, lebih baik aku mulai beres-beres untuk pindahan. Tak penting terlalu memusingkan hal ini. Aku matikan komputer dan menjauhkan ponsel. Kini, aku beralih ke barang-barang yang harus segera aku kemas.
Sebenarnya, aku masih ingin berlama-lama di sini, tapi Ibu dengan jelas mengatakan, “Setelah lulus, kamu harus lang-sung pulang ke Indonesia dan berkarier, yo, Mas. Supaya kamu nggak ketergantungan sama dunia barat.” Aku jelas tidak se-tuju awalnya, tapi aku menyadari, bahwa kembali ke rumah adalah jalan yang terbaik.
Kertas berisi data penerbangan tergeletak di atas meja. Tertulis bahwa aku akan berangkat pada 25 Januari 2015, H-4 sebelum aku pulang ke Indonesia. Aku mengenang setiap benda yang masuk satu per satu ke dalam koper. Perasaan takut dan rindu bercampur aduk. Peristiwa-peristiwa yang sekarang ini terjadi dengan cepat akan menjadi kenangan. Itulah yang menakutkan.
Oh iya, perkenalkan. Namaku Raden Ilyas Aditya. Usia 21 tahun. Sekarang, aku sedang berjalan perlahan melewati ruang dan waktu kehidupan, menyusuri setiap hentakkan detik yang kapan saja bisa berubah menjadi hitungan tahun. Banyak waktu bisa aku habiskan dengan mendengarkan ribuan lagu eletronic house, dubstep, dan hip hop, yang tertata rapi di lemari dan playlist ponsel. Hidupku sebetulnya biasa-biasa saja, sampai akhirnya di suatu hari yang biasa, sebuah peristiwa aneh terjadi.