Sentuhan Emas
Mempunyai kemampuan mengubah
menjadi emas adalah sebuah keajaiban, setidaknya itulah yang dirasakan Qadira.
Ia merupakan salah satu kaum Tenuan, yang dapat mengubah benda menjadi emas.
Namun, semua menjadi rumit ketika ternyata Vance, orang yang dicintainya, adalah anggota kementerian yang bertugas memusnahkan emas-emas palsu.
Bagaimana mereka berdua dapat mengatasinya?
Author | : | Arleen Amidjaja |
Price | : | Rp 84,000 |
Category | : | SCIENCE FICTION & FANTASY |
Page | : | 212 halaman |
Format | : | Soft Cover |
Size | : | 13 cm X 19 cm |
ISBN | : | 9786230416774 |
Publication | : | 27 March 2024 |
Terwujud atau tidaknya sebuah mimpi tergantung pada apa mimpi itu dan siapa yang memimpikannya. Jika seorang raja bermimpi menguasai kerajaan tetangga, mungkin saja itu menjadi nyata bila ia mengusahakannya. Jika rakyat biasa memimpikan hal yang sama... masih mungkin, tetapi jauh lebih sulit.
Lalu bagaimana jika seorang raja bermimpi bisa mengubah benda-benda menjadi emas hanya dengan sentuhan tangannya? Rasanya mustahil terwujud. Namun, itu pernah terjadi pada Raja Midasia setelah ia membuat kesepakatan dengan seorang penyihir.
Sang Raja pun segera mengubah semua miliknya menjadi emas. Hal pertama yang ia ubah tentu saja mahkotanya. Ia tersenyum sambil mengenakannya kembali, puas merasakan beratnya emas di kepalanya. Mahkota itu menjelma menjadi emas murni, bukan sekadar berlapis emas. Kemudian ia mengubah kursi takhta yang semula terbuat dari kayu berukir dan dialasi kulit domba. Ia pun duduk bahagia di atasnya, seolah itu adalah kursi paling nyaman meskipun nyatanya dingin dan keras. Kemudian, ia mengubah teko-teko, cangkir, serta sendok garpu di hadapannya.
Namun, itu semua tidak semudah yang dipikirkan orang-orang. Sang raja harus berkonsentrasi penuh untuk mengubahnya. Sebenernya itu justru menguntungkan. Kalau tidak, Raja Midasia tidak akan pernah bisa makan dan minum, bukan? Karena semua santapannya berubah menjadi emas sesaat setelah ia menyentuhnya.
Belajar dari kejadian bulu domba, Raja memerintahkan pekerja istana untuk mengeluarkan semua benda, sebelum ia mengubah seluruh istana menjadi emas. Kain, bantal, ranjang, semuanya. Akuarium juga harus dikosongkan dan dikeringkan. Begitu pula bahan makanan dan anggur dari ruang bawah tanah. Baru setelah semua di luar, termasuk para penghuni istana, sang Raja menyentuhkan tangannya ke bangunan istana.
Karena harus berkonsentrasi keras, bulir-bulir keringat membanjiri keningnya seperti embun pagi di atas dedaunan. Namun, peluhnya tidak sia-sia karena ia sangat puas dengan hasilnya. Bahkan setelah itu, ia merasa semuanya menjadi lebih mudah, seakan otot dan pikirannya sudah sangat terlatih.
Untuk beberapa lama, segalanya berjalan baik-baik saja. Namun, seperti matahari yang tak selalu bersinar, seperti bunga yang tak selalu mekar, dan seperti hal buruk yang datang tanpa pengumuman, kemalangan bisa terjadi kapan saja.
Ketika sang Raja sedang mencoba menghibur putri kecilnya dengan mengubah mainannya menjadi emas, ia justru mengubahnya karena sang putri memegang mainan itu pada detik terakhir. Dalam sekejap, orang yang paling ia sayangi melebihi apa pun di dunia ini pun diam seperti patung, karena memang itulah dirinya—sebongkah patung emas. Sungguh tak terbayangkan betapa besar penyesalan dan kesedihannya. Dengan segala cara, ia mencoba mengubah putrinya seperti semula meski ia tak dibekali kemampuan itu.
Sementara sang Ratu akhirnya memutuskan bunuh diri dengan sebilah pisau emas, karena tidak ada lagi benda padat yang tak terbuat dari emas di sana, ia tak kuasa mengatasi kesedihannya. Hatinya dikoyak menjadi serpihan setiap kali memandang “putri emasnya”.