-front_1674710826.jpg)
The School for Good and Evil 4 - Meraih Kejayaan (Cover 2022)
The School for Good and Evil merupakan serial fantasi yang terdiri dari enam judul. Buku pertamanya dari serial ini sudah terjual sebanyak 3 juta eksemplar dan telah diterjemahkan dalam 30 bahasa. Empat buku pertama dari The School for Good and Evil juga telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh Penerbit Bhuana Ilmu Populer. Dunia dalam kisah The School for Good and Evil disebut-sebut sebagai versi fairy tale dari Harry Potter.
Setiap akhir merupakan awal baru. Begitu pula dengan para siswa Sekolah Kebaikan dan Kejahatan. Mereka mengira telah menemukan Akhir Bahagia, tetapi kenyataan mereka harus berhadapan dengan kekuatan tidak terlihat. Seseorang harus memimpin misi penyelamatan. Kejahatan dan Kebaikan harus bersatu, atau keduanya tidak akan bertahan.
Soman Chainani adalah seorang penulis dan produser yang berkebangsaan Amerika. Dia dikenal sebagai penulis buku trilogi The School for Good and Evil. Saat kuliah, dia mengambil jurusan English and American Literature di Harvard University. Bahkan Soman meraih gelar Cum Laude saat dia menyelesaikan pendidikannya di sana. Setelah itu dia melanjutkan kuliahnya ke Colombia University tempat dia mengikuti pertandingan MFA Program Film.
Novel yang pertama yang dia tulis adalah novel The School for Good and Evil yang dirilis di New York Times Bestseller List dan sudah diterjemahkan dalam 26 bahasa dan tersebar di 6 benua. Novel ini juga nantinya akan difilmkan oleh Universal Studio dan akan di sutradarai oleh Joe Roth (sutradara film Snow White & The Huntsman, Alice in Wonderland serta Maleficent) dan Jane Startz ( sutradara film Ella Enchanted dan Tuck Everlasting).
Sinopsis:
Setiap akhir merupakan awal yang baru...
Para siswa Sekolah Kebaikan dan Kejahatan mengira telah menemukan Akhir Bahagia setelah berhasil mengalahkan Sang Guru. Mereka tidak menyadari dunia luar begitu besar, begitu pula kisah mereka.
Untuk lulus pada tahun keempat, setiap siswa wajib menjalani “petualangan meraih kejayaan” masing-masing di luar sekolah. Mereka menghadapi berbagai rintangan berbahaya, dengan taruhan besar: kejayaan dan kehormatan selamanya, atau kegagalan dan kehilangan jati diri selamanya.
Dalam petualangan mereka, Agatha dan Tedros berusaha mengembalikan Camelot pada kemegahannya terdahulu sebagai ratu dan raja. Sementara itu, Dekan Sophie berupaya mempercantik sekolah Kejahatan semaunya.
Namun, ketika petualangan teman-teman sekolah mereka dikacaukan oleh suatu kekuatan tak terlihat, seseorang harus memimpin misi penyelamatan. Kejahatan dan Kebaikan harus bersatu, atau keduanya takkan bertahan....
Author | : | Soman Chainani |
Price | : | Rp 215,000 |
Category | : | SCIENCE FICTION & FANTASY |
Page | : | 652 halaman |
Format | : | Soft Cover |
Size | : | 13.5 cm X 20 cm |
ISBN | : | 9786230410512 |
Publication | : | 22 December 2022 |
Rasanya aneh merencanakan pesta pernikahan dengan seorang pemuda setelah hampir selama hidupmu merencanakan Akhir Bahagia bersama seorang sahabat perempuan.
Seorang pemuda yang sudah berbulan-bulan menghindari Agatha.
Agatha tidak bisa tidur, rasa takut semakin bergejolak di dalam perutnya. Segala hal yang harus dilakukan sebelum hari besar itu berseliweran dalam pikirannya. Namun, bukan itu alasannya masih terjaga. Bukan itu, ada alasan lain: Ingatan akan seorang pemuda yang akan dinikahinya… ingatan yang tidak sanggup dipikirkannya….
Tedros, menggantung lemah di bahu seseorang dengan bercucuran air mata. Tedros yang berteriak-teriak liar begitu pilu dan menggetarkan sehingga terkadang Agatha tidak bisa mendengar apa pun selain itu—
Ia berguling, membenamkan kepalanya di balik bantal.
Sudah enam bulan sejak hari itu: hari penobatan. Sejak itu Agatha belum tidur nyenyak.
Gadis itu merasakan Reaper terusik gelisah di ujung tempat tidur. Rupanya kegelisahannya membuat Reaper terbangun. Agatha mendesah, merasa tidak enak pada Reaper dan berusaha fokus pada napasnya. Sedikit demi sedikit, pikirannya mulai tenang. Ia selalu lebih bisa melakukan sesuatu untuk menolong orang lain, bahkan sekadar tertidur demi kucing botak bopengnya…. Andai ada juga yang bisa dilakukannya untuk menolong pangerannya, pikir Agatha. Bersama-sama, mereka bisa melewati kesulitan—
Klik.
Jantungnya berhenti.
Pintu.
Ia menyimak dengan saksama, mendengar dengkur halus Reaper dan suara daun pintu berderit digeser. Agatha pura-pura tidur sementara tangannya merayap ke depan, mencari-cari pisau di meja nakas. Sejak tiba di Camelot ia menaruh pisau itu di sana. Terpaksa—jauh sebelum mengambil kedudukannya sebagai raja sekalipun, Tedros sudah punya banyak musuh di sini. Meskipun musuh-musuh itu sekarang dipenjara, mata-mata mereka ada di mana-mana, setengah mati ingin membunuh Tedros dan calon ratunya….
Sekarang pintu kamarnya membuka.
Tidak seorang pun diperbolehkan berada di koridornya pada jam begini. Tidak seorang pun diperbolehkan berada di bagian sayap bangunannya.
Cahaya bulan menyusup melalui celah pintu yang terbuka dan menerangi punggungnya. Napasnya tersengal sementara ia mendengar langkah samar di lantai marmer. Bayangan gelap merayapi lehernya, jatuh di tempat tidurnya.
Agatha menggenggam pisau lebih erat. Perlahan sesuatu yang berat melesak ke bagian tempat tidur di belakangnya. Tahan, katanya pada dirinya sendiri. Bobot itu bertambah berat. Bertambah dekat.
Tahan.
Bayangan itu meraihnya—
Sekarang.
Sambil menarik napas tajam, Agatha berbalik, mengayunkan pisau ke leher si penyusup sebelum orang itu menangkap pergelangan tangannya dan menguncinya ke tempat tidur. Pisau itu hanya berjarak satu millimeter dari kerongkongan si penyusup.
Agatha terengah ngeri ketika ia dan si penyusup saling bertatap mata lebar-lebar.
Dalam kegelapan, Agatha hanya bisa melihat putih matanya. Namun, ia bisa merasakan panas kulit pemuda itu dan mencium bau keringatnya yang segar dan lembap. Semua rasa takut pun menguap dari tubuhnya. Pelan-pelan, Agatha membiarkan pemuda itu merebut pisaunya sebelum ia mengembuskan napas dan ambruk ke bantal di sampingnya. Semua terjadi begitu cepat, tak bersuara, sampai-sampai Reaper pun tak terusik.
Agatha menunggunya bicara atau mendekapnya atau mengatakan mengapa selama ini pemuda itu menghindarinya. Namun ia malah bergelung ke tubuh Agatha, merintih seperti anjing yang kelelahan.
Agatha mengelus lembut rambut si pemuda, jemarinya mengusap keringat di dahi pemuda itu, dan membiarkan isak si pemuda membasahi gaun tidurnya. Ia belum pernah melihat pemuda itu menangis. Tidak seperti ini, begitu ketakutan dan terkalahkan.
Saat Agatha memeluknya, napasnya mulai teratur, tubuhnya menyerah pada sentuhan Agatha. Ia mendongak sambil tersenyum begitu samar….
Kemudian senyumnya hilang.
Seseorang mengawasi mereka. Seorang wanita jangkung memakai turban yang berdiri menjulang di ambang pintu. Gigi-gigi berkilaunya berbaris rapat.
Lalu seketika, Tedros menghilang secepat ia datang.

Soman Chainani
RECOMMENDED FOR YOU Explore More
-front_1674710826.jpg)
_outlined_1674710827.jpg)
_outlined2_1674710828.jpg)
-back_1674710829.jpg)