The School for Good and Evil 4 - Meraih Kejayaan (Cover 2022)

The School for Good and Evil 4 - Meraih Kejayaan (Cover 2022)

14-16 tahun
Synopsis

The School for Good and Evil merupakan serial fantasi yang terdiri dari enam judul. Buku pertamanya dari serial ini sudah terjual sebanyak 3 juta eksemplar dan telah diterjemahkan dalam 30 bahasa. Empat buku pertama dari The School for Good and Evil juga telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh Penerbit Bhuana Ilmu Populer. Dunia dalam kisah The School for Good and Evil disebut-sebut sebagai versi fairy tale dari Harry Potter. 

Setiap akhir merupakan awal baru. Begitu pula dengan para siswa Sekolah Kebaikan dan Kejahatan. Mereka mengira telah menemukan Akhir Bahagia, tetapi kenyataan mereka harus berhadapan dengan kekuatan tidak terlihat. Seseorang harus memimpin misi penyelamatan. Kejahatan dan Kebaikan harus bersatu, atau keduanya tidak akan bertahan. 

Soman Chainani adalah seorang penulis dan produser yang berkebangsaan Amerika. Dia dikenal sebagai penulis buku trilogi The School for Good and Evil. Saat kuliah, dia mengambil jurusan English and American Literature di Harvard University. Bahkan Soman meraih gelar Cum Laude saat dia menyelesaikan pendidikannya di sana. Setelah itu dia melanjutkan kuliahnya ke Colombia University tempat dia mengikuti pertandingan MFA Program Film. 

Novel yang pertama yang dia tulis adalah novel The School for Good and Evil yang dirilis di New York Times Bestseller List dan sudah diterjemahkan dalam 26 bahasa dan tersebar di 6 benua. Novel ini juga nantinya akan difilmkan oleh Universal Studio dan akan di sutradarai oleh Joe Roth (sutradara film Snow White & The Huntsman, Alice in Wonderland serta Maleficent) dan Jane Startz ( sutradara film Ella Enchanted dan Tuck Everlasting).

Sinopsis:

Setiap akhir merupakan awal yang baru...

Para siswa Sekolah Kebaikan dan Kejahatan mengira telah menemukan Akhir Bahagia setelah ber­­hasil mengalahkan Sang Guru. Mereka tidak menyadari dunia luar begitu besar, begitu pula kisah me­reka.

Untuk lulus pada tahun keempat, setiap siswa wajib menjalani “petualangan meraih kejayaan” masing-masing di luar sekolah. Mereka menghadapi berbagai rintangan berbahaya, dengan taruhan besar: kejayaan dan kehormatan selamanya, atau kegagalan dan kehi­langan jati diri selamanya.

Dalam petualangan mereka, Agatha dan Tedros ber­usaha mengembalikan Camelot pada kemegahan­nya terdahulu sebagai ratu dan raja. Sementara itu, Dekan Sophie berupaya mempercantik sekolah Kejahatan semaunya.

Namun, ketika petualangan teman-teman sekolah mereka dikacaukan oleh suatu kekuatan tak terlihat, seseorang harus memimpin misi penyelamatan. Kejahatan dan Kebaikan harus bersatu, atau keduanya takkan bertahan....


Author : Soman Chainani
Price : Rp 215,000
Category : SCIENCE FICTION & FANTASY
Page : 652 halaman
Format : Soft Cover
Size : 13.5 cm X 20 cm
ISBN : 9786230410512
Publication : 22 December 2022

Rasanya aneh merencanakan pesta pernikahan dengan se­orang pemuda setelah hampir selama hidupmu me­­ren­­­canakan Akhir Bahagia bersama seorang sahabat pe­rem­­puan.

Seorang pemuda yang sudah berbulan-bulan meng­hin­dari Agatha.

Agatha tidak bisa tidur, rasa takut semakin bergejolak di da­lam perutnya. Segala hal yang harus dilakukan sebelum hari be­sar itu berseliweran dalam pi­­kir­an­­nya. Namun, bukan itu alasan­­nya masih terjaga. Bukan itu, ada alasan lain: Ingatan akan seorang pemuda yang akan dini­kahinya… ingatan yang tidak sanggup dipikirkannya….

Tedros, menggantung lemah di bahu seseorang dengan ber­cucuran air mata. Tedros yang berteriak-teriak liar begi­tu pilu dan menggetarkan sehingga terkadang Agatha tidak bisa mendengar apa pun selain itu—

Ia berguling, membenamkan kepalanya di balik bantal.

Sudah enam bulan sejak hari itu: hari penobatan. Sejak itu Agatha belum tidur nyenyak.

Gadis itu merasakan Reaper terusik gelisah di ujung tempat tidur. Rupanya kegelisahannya membuat Reaper ter­bangun. Agatha mendesah, merasa tidak enak pada Reaper dan berusaha fokus pada napasnya. Sedikit demi sedikit, pikirannya mulai tenang. Ia selalu lebih bisa melaku­kan sesuatu untuk menolong orang lain, bahkan sekadar ter­tidur demi kucing botak bopengnya…. Andai ada juga yang bisa dilakukannya untuk menolong pangerannya, pikir Agatha. Bersama-sama, mereka bisa melewati kesulitan—

Klik.

Jantungnya berhenti.

Pintu.

Ia menyimak dengan saksama, mendengar dengkur ha­lus Reaper dan suara daun pintu berderit digeser. Agatha pura-pura tidur sementara tangannya merayap ke depan, men­cari-cari pisau di meja nakas. Sejak tiba di Camelot ia menaruh pisau itu di sana. Terpaksa—jauh sebelum mengambil kedudukannya sebagai raja sekalipun, Tedros sudah punya banyak musuh di sini. Meskipun musuh-musuh itu sekarang dipenjara, mata-mata mereka ada di mana-mana, setengah mati ingin membunuh Tedros dan calon ratunya….

Sekarang pintu kamarnya membuka. 

Tidak seorang pun diperbolehkan berada di koridornya pada jam begini. Tidak seorang pun diperbolehkan berada di bagian sayap bangunannya.

Cahaya bulan menyusup melalui celah pintu yang ter­bu­ka dan menerangi punggungnya. Napasnya tersengal se­­­mentara ia mendengar langkah samar di lantai marmer. Ba­yangan gelap merayapi lehernya, jatuh di tempat tidur­nya.

Aga­tha menggenggam pisau lebih erat. Perlahan sesuatu yang berat melesak ke bagian tempat tidur di belakangnya. Tahan, katanya pada dirinya sendiri. Bobot itu bertambah berat. Bertambah dekat.

Tahan.

Bayangan itu meraihnya—

Sekarang.

Sambil menarik napas tajam, Agatha berbalik, meng­ayun­kan pisau ke leher si penyusup sebelum orang itu me­­nangkap pergelangan tangannya dan menguncinya ke tempat tidur. Pisau itu hanya berjarak satu millimeter dari kerongkongan si penyusup.

Agatha terengah ngeri ketika ia dan si penyusup saling bertatap mata lebar-lebar. 

Dalam kegelapan, Agatha hanya bisa melihat putih ma­ta­­nya. Namun, ia bisa merasakan panas kulit pemuda itu dan mencium bau keringatnya yang segar dan lembap. Semua rasa takut pun menguap dari tubuhnya. Pelan-pe­lan, Agatha membiarkan pemuda itu merebut pisaunya sebe­lum ia mengembuskan napas dan ambruk ke bantal di sampingnya. Semua terjadi begitu cepat, tak bersuara, sam­pai-sampai Reaper pun tak terusik.       

Agatha menunggunya bicara atau mendekapnya atau mengatakan mengapa selama ini pemuda itu menghin­dari­nya. Namun ia malah bergelung ke tubuh Agatha, merintih seperti anjing yang kelelahan.

Agatha mengelus lembut rambut si pemuda, jemarinya mengusap keringat di dahi pemuda itu, dan membiarkan isak si pemuda membasahi gaun tidurnya. Ia belum pernah melihat pemuda itu menangis. Tidak seperti ini, begitu ke­ta­kutan dan terkalahkan.

Saat Agatha memeluknya, napasnya mulai teratur, tu­buh­nya menyerah pada sentuhan Agatha. Ia mendongak sambil tersenyum begitu samar….

Kemudian senyumnya hilang.

Seseorang mengawasi mereka. Seorang wanita jangkung memakai turban yang berdiri menjulang di ambang pintu. Gigi-gigi berkilaunya berbaris rapat. 

Lalu seketika, Tedros menghilang secepat ia datang.

RECOMMENDED FOR YOU Explore More