Khyona Di Bawah Mantra Elang Perak

Khyona Di Bawah Mantra Elang Perak

17 tahun ke atas
Synopsis

Liburan yang Kari pikir akan menjadi sebuah kejutan ulang tahun justru berubah menjadi petaka. Saat ia dijemput oleh dua orang berkuda ke Khyona, ia kira itu adalah bagian dari rencana ibu dan saudarinya. Namun, saat orang-orang asing itu bicara soal misi pembunuhan,
Kari sadar mereka menjemput orang yang salah!

Sialnya, Kari tidak bisa kabur begitu saja. Salah-salah, justru nyawanya yang akan terancam. Terlebih, Khyona bukan sembarang kota, bukan sembarang dunia. Untuk bisa keluar masuk, ia membutuhkan mantra.

Bagaimana Kari menyelamatkan diri? Bagaimana pula ia menyelamatkan keluarganya, yang justru bersama sang pembunuh sesungguhnya?


Author : Katja Brandis
Price : Rp 135,000
Category : SCIENCE FICTION & FANTASY
Page : 424 halaman
Format : Soft Cover
Size : 13.5 cm X 20 cm
ISBN : 9786230414381
Publication : 20 September 2023

ni hari yang cerah, tetapi sekarang matahari merayap ke cakrawala dan semakin dingin. Tanpa sadar pemuda itu menarik jubahnya lebih erat ke tubuhnya. Kemudian dia berjongkok untuk meletakkan tangannya di atas batu kasar dan meraba tanah, dia menyukai bagaimana batu itu terasa di telapak tangannya.
Di tempat ini isi perut bumi sangat terjaga. Dia merasakan pancaran panas di dalamnya, menunggu untuk meletus. Gunung berapi itu baik-baik saja, tidak diragukan lagi. Untuk sesaat dia iri dengan betapa hidupnya gunung ini. Kadang gunung itu terlihat lebih gesit daripada dirinya. Apakah isi perut bumi yang beku akan berubah?
Dia tahu api di perut bumi akan meledak ke permukaan. Imajinasinya sudah mencoba untuk menggambarkan itu, dari apa yang telah ia lihat berkali-kali sebelumnya. Namun dia segera mengabaikannya, melalui pikiran dan perasaannya,  mereka bisa menjadi kenyataan dan bahayanya terlalu besar. Akan tetapi, belum tiba waktu gunung berapi ini untuk meledak.
Memiliki begitu banyak kekuatan kadang melelahkan, tetapi kekuatan itu sudah menjadi bagian dirinya sejak lama. Mengapa Gunnar tidak bekerja lebih keras untuk mengendalikannya? Sial, aku seharusnya berlatih dengannya! Ya, itu sebenarnya pekerjaan orangtua kita, tapi tetap saja....
Saat pikirannya semakin kacau, dia berusaha mengeluarkan bayangan pikiran itu dari dirinya. Imajinasi mengubahnya menjadi garis-garis hitam. Kemudian dia hampir bisa melihat embusan angin membawa pikirannya pergi.
Dia menarik napas dalam-dalam, sekali, dua kali, merasakan embusan napas dan detak jantungnya. Mendengarkan apa yang indranya coba katakan. ­Angin sejuk dengan sentuhan embun beku, bau lumut, batu basah, dan belerang.
Perlahan, dia merasa lebih baik.
Pada musim panas, matahari bersinar sepanjang siang dan malam. Itu adalah waktu ketika di semua orang di Kerajaan Isslar—dan terutama di Ibu Kota Khyona—berbincang, berjumpa, dan berada di luar selagi mereka bisa. Namun sekarang musim gugur merayap naik, kegelapan datang semakin awal. Mungkin para dewa akan segera mengirimkan Cahaya Utara pertama. Kegelapan asing mengganggunya—ke mana arah menuju perkemahannya? Sio, rubahnya, sedang berburu dan meminta izin sambil meminta maaf, katanya dia akan menunjukkan jalan padanya lain kali setelah dia menangkap tikus gemuk itu.
Dia menghela napas dan bersiul memanggil Fiala, tetapi kuda betinanya malah mengolok-olok betapa buruknya manusia soal arah, dan barulah berjalan pelan ke arahnya. Jadi, dia menghela napas lagi, berkonsentrasi. Nyala api datang segera setelah dia memanggilnya, dan salah satu batu di dekatnya dilalap api kuning kehijauan. Diam-diam nyala api memelesat ke angkasa, bergerak gelisah, mengalir dan meluncur. Hanya mirip api, tapi memancarkan cahaya dan sedikit kehangatan, akan terasa jika kita cukup mendekat.
Tiba-tiba terdengar suara asing. “Hei! Kau lihat itu, Gudur?”
Pemuda itu menoleh dan memperhatikan siluet kedua penunggang kuda. Balas dendam Sigurd, hanya itu yang dia butuhkan. Mereka berkuda dengan cepat untuk melihat apa yang terjadi... dan melihatnya berdiri di puncak di bawah kobaran api. Lalu apa yang dia takutkan terjadi.
Mereka berdua—seorang pria dan wanita—menatapnya gugup, lalu buru-buru turun, dengan satu lutut di tanah dan menundukkan kepala di depannya.
“Penguasa Api!” Pria itu berbisik, setengah takut setengah hormat.
Di daerah ini masih ada aliran penyembah gunung berapi, yang selama ini selalu ditindas Ratu penguasa negeri ini. Namun orang-orang di negeri pegunungan terjal ini akan tetap memuja siapa dan apa yang mereka inginkan, serta tidak membiarkan dirinya dibujuk.
“Bangunlah!” katanya, menahan desahan. “Pergilah! Ada sesuatu... yang harus kulakukan di sini. Sendirian.”
Untungnya mereka segera menerima kebohongan itu. Sedikit yang mereka tahu bahwa sebenarnya dia hanya ingin sendiri... meski tidak benar-benar sendirian karena Sio dan Fiala akan kembali bersamanya lagi.
Setelah para penunggang kuda itu dengan hormat menggumamkan mantra penyembahan yang ditujukan kepadanya, kepada para dewa-dewi, dan kepada gunung, maka mundurlah mereka. Dan yang menjadi temannya lagi-lagi adalah gunung, langit, dan angin.

Katja Brandis
View Profil

RECOMMENDED FOR YOU Explore More